Halaman

Minggu, 11 November 2012

PUISI CINTA KAHLIL GIBRAN

SIKAP MANUSIA

Jauhkan aku dari manusia yang tidak mahu menyatakan kebenaran kecuali jika ia berniat menyakiti hati, dan dari manusia yang bersikap baik tapi berniat buruk, dan dari manusia yang mendapatkan penghargaan dengan jalan memperlihatkan kesalahan orang lain



KEINDAHAN KEHIDUPAN 

Keindahan adalah kehidupan itu sendiri saat ia membuka tabir penutup wajahnya. Dan kalian adalah kehidupannya itu, kalianlah cadar itu. Keindahan adalah keabadian yang termangu di depan cermin. Dan kalian adalah keabadian itu, kalianlah cermin itu.


SUARA KEHIDUPAN
 
Suara kehidupanku memang tak akan mampu menjangkau telinga kehidupanmu; tapi marilah kita cuba saling bicara barangkali kita dapat mengusir kesepian dan tidak merasa jemu


PROSA (IV)
 
Bersyukurlah pada kehidupan yang telah menganugerahimu rasa haus.

Hatimu akan menjadi seperti tepian pantai dari sebuah samudera yang tak  memiliki gelombang.
Tak menyimpan gemuruh dan tak mengerami pasang surut bila engkau tak memiliki rasa haus. Teguklah isi pialamu sendiri sambil memekik gembira.

Junjunglah pialamu di atas kepalamu lalu teguklah kuat demi mereka yang
meminumnya dalam kesendirian.

Aku pernah sekali mencari gerombolan manusia yang kemudian duduk rapi
mengelilingi meja jamuan sebuah pesta kemudian minum dengan sepuas-puasnya.

Namun mereka tidak mengangkat anggurnya di atas kepalaku, tidak pula
meresapkannya ke dalam dadaku.
Mereka hanya membasahi kakiku....kebijakanku masih kerontang.
Hatiku terkunci dan terpatri.

Cuma sepasang kakikulah yang bergomol dengan mereka diantara selubung
kabut yang suram.
Aku tidak lagi mau mencari kumpulan manusia atau pula meneguk anggur
bersama mereka dalam meja jamuan pesta mereka.

Apa yang engkau rasakan jika kututurkan padamu semua itu jika waktu begitu
garang menghentaki jantungmu?

Akan sangat baik bagimu bila engkau meneguk piala rengsamu seorang diri dan
piala bahagianmu seorang diri pula...
 
 
 
PANDANGAN PERTAMA
 
Itulah saat yang memisahkan aroma kehidupan dari kesedarannya.
Itulah percikan api pertama yang menyalakan wilayah-wilayah jiwa.


Itulah nada magis pertama yang dipetik dari dawai-dawai perak hati manusia.
Itulah saat sekilas yang menyampaikan pada telinga jiwa tentang risalah hari-hari yang telah berlalu dan mengungkapkan karya kesedaran yang dilakukan

malam, menjadikan mata jernih melihat kenikmatan di dunia dan menjadikan
misteri-misteri keabadian di dunia ini hadir.
 
Itulah benih yang ditaburan oleh Ishtar, dewi cinta, dari suatu tempat yang
tinggi.
Mata mereka menaburkan benih di dalam ladang hati, perasaan memeliharanya,
dan jiwa membawanya kepada buah-buahan.


Pandangan pertama kekasih adalah seperti roh yang bergerak di permukaan air
mengalir menuju syurga dan bumi. Pandangan pertama dari sahabat kehidupan
menggemakan kata-kata Tuhan, "Jadilah, maka terjadilah ia"
 
 
 
DUA PUISI
 
Berabad-abad yang lalu, di suatu jalan menuju Athens, dua orang penyair  bertemu. 
Mereka mengagumi satu sama lain. Salah seorang penyair bertanya,

"Apa yang kau ciptakan akhir-akhir ini, dan bagaimana dengan lirikmu?"
Penyair yang seorang lagi menjawab dengan bangga, "Aku tidak melakukan hal
lain selain menyelesaikan syairku yang paling indah, kemungkinan merupakan
syair yang paling hebat yang pernah ditulis di Yunani. Isinya pujian tentang
Zeus yang Mulia."

Lalu dia mengambil selembar kulit dari sebalik jubahnya dan berkata, 
"Ke mari, lihatlah, syair ini kubawa, dan aku senang bila dapat membacakannya untukmu.
Ayuh, mari kita duduk berteduh di bawah pohon cypress putih itu."
Lalu penyair itu membacakan syairnya. Syair itu panjang sekali.
Setelah selesai, penyair yang satu berkata, "Itu syair yang indah sekali. Syair itu
akan dikenang berabad-abad dan akan membuat engkau masyhur."

Penyair pertama berkata dengan tenang, "Dan apa yang telah kau ciptakan
akhir-akhir ini?"
Penyair kedua menjawab, "Aku hanya menulis sedikit. Hanya lapan baris untuk
mengenang seorang anak yang bermain di kebun." Lalu ia membacakan
syairnya.

Penyair pertama berkata, "Boleh tahan, boleh tahan."
Kemudian mereka berpisah.

Sekarang, setelah dua ribu tahun berlalu, syair lapan baris itu dibaca di setiap
lidah, diulang-ulang, dihargai dan selalu dikenang. Dan walaupun syair yang
satu lagi memang benar bertahan berabad-abad lamanya dalam perpustakaan,
di rak-rak buku, dan walaupun syair itu dikenang, namun tidak ada yang
tertarik untuk menyukainya atau membacanya.
 
 
 
KEKASIHKU LAYLA
 
Kemarilah, kekasihku.
Kemarilah Layla, dan jangan tinggalkan aku.
Kehidupan lebih lemah daripada kematian, tetapi kematian lebih lemah
daripada cinta...
Engkau telah membebaskanku, Layla, dari siksaan gelak tawa dan pahitnya
anggur itu.

Izinkan aku mencium tanganmu, tangan yang telah memutuskan rantai-rantaiku.
Ciumlah bibirku, ciumlah bibir yang telah mencuba untuk membohongi dan
yang telah menyelimuti rahsia-rahsia hatiku.
Tutuplah mataku yang meredup ini dengan jari-jemarimu yang berlumuran
darah.

Ketika jiwaku melayang ke angkasa, taruhlah pisau itu di tangan kananku dan
katakan pada mereka bahawa aku telah bunuh diri kerana putus asa dan
cemburu.

Aku hanya mencintaimu, Layla, dan bukan yang lain, aku berfikir bahwa tadi
lebih baik bagiku untuk mengorbankan hatiku, kebahagiaanku, kehidupanku
daripada melarikan diri bersamamu pada malam pernikahanmu.
Ciumlah aku, kekasih jiwaku... sebelum orang-orang melihat tubuhku...

Ciumlah aku... ciumlah, Layla...
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar