DEKLAMASI PUISI
(asas belajar deklamasi)
1. INTRODUKSI
Deklamasi berasal dari bahasa Latin yang maksudnya declamare atau
declaim yang membawa makna membaca sesuatu hasil sastera yang berbentuk
puisi dengan lagu atau gerak tubuh sebagai alat bantu. Gerak yang
dimaksudkan ialah gerak alat bantu yang puitis, yang seirama dengan isi
bacaan.
Umumnya memang deklamasi berkait rapat dengan puisi, akan tetapi
membaca sebuah cerpen dengan lagu atau gerak tubuh juga bisa dikatakan
mendeklamasi. Mendeklamasikan puisi atau cerpen bermakna membaca, tetapi
membaca tidak sama dengan maksud mendeklamasi. Maksudnya di sini bahawa
apapun pengertian membaca tentunya jauh berbeda dengan maksud
deklamasi.
2. MAKNA KATA DEKLAMASI
Sudah jelas deklamasi itu berasal dari bahasa asing, jadi maknanya ia
bukan kata asli Malaysia atau Indonesia. Ia sudah lama digunakan
hingga menjadi bahasa Malaysia. Memang keadaan semacam ini sering
berlaku di Malaysia, misalnya kata neraka, izin, zaman, ajal, karam dan
lain-lain berasal dari bahasa Arab, sedang tauco, tauge berasal dari
bahasa Tionghua. Manakala dastar, kenduri, kelasi berasal dari bahasa
Persi. Lampu, mesin, koki, repot dari bahasa Belanda, manakala pensil,
botol berasal dari bahasa Inggeris dan demikianlah halnya deklamasi
berasal dari bahasa Latin.
Di Indonesia perkataan deklamasi sudah ada lewat tahun 1950 dan di
Malaysia hanya terkenal sejak kebelakangan ini, tetapi sebelum itu
disebut baca puisi dan adapun orang mulai mendeklamasi puisi sudah sejak
berpuluh tahun yang lalu, baik di Malaysia ataupun di luar negeri.
Deklamasi ertinya membawa puisi-puisi, sedang orang yang melakukan
deklamasi itu disebut "Deklamator" untuk lelaki dan "Deklamatris" untuk
perempuan.
Apa bezanya deklamasi dan nyanyi? Menyanyi ialah melagukan suatu
nyanyian dengan menggunakan not-not do-re-mi atau not balok, sedang
deklamasi ialah membawakan pantun-pantun, syair, puisi atau sajak dengan
menggunakan irama dan gaya yang baik. Disamping itu kita mengenal pula:
menari, melukis, memahat, sandiwara dan lain-lain. Semuanya itu
mempunyai cara-cara dan aturannya sendiri-sendiri.
3. BAHAN YANG DIDEKLAMASIKAN
Tentu saja tidak semua pantun, sajak atau puisi dapat dideklamasikan,
malah cerpen dan novel juga boleh dideklamasikan/soalnya kita harus
memilih mana sajak, puisi, pantun-pantun yang baik dan menarik untuk
dideklamasikan.Kala kita menyanyi biasanya memilih lagu-lagu yang dapat
kita nyanyikan, seperti "Bintang Kecil" atau lagu-lagu yang rentaknya
keroncong dan lain-lain, pokoknya semua lagu yang telah kita nyanyikan.
Bagaimana kita akan menyanyi, kalau kita tidak dapat menyanyikan sesuatu
lagu?
Demikian pula halnya dengan deklamasi. Hanya saja kalau menyanyi itu
harus mempelajari not-notnya dahulu, sedang pada deklamasi harus
dipelajari tanda-tanda atau aturan-aturannya dahulu. Seperti telah kita
terangkan di atas, yang dideklamasikan itu hanya yang berupa pantun,
syair, sajak atau puisi dalam bahasa Malaysia, tetapi sejak dulu orang
pernah juga mendeklamasikan puisi dalam bahasa daerah seperti bahasa
Bajau, Kadazan, Murut, Brunei, Iban atau Dusun dan di sini hanya
diperkatakan dan dipelajari deklamasi dalam bahasa Malaysia saja.
4. CARA BERDEKLAMASI
Seperti telah dijelaskan bahawa berdeklamasi itu membawakan pantun,
syair dan sajak atau puisi. Kemudian apakah cukup hanya asal membawakan
sahaja? Tentu tidak! Berdeklamasi, selain kita mengucapkan sesuatu,
haruslah pula memenuhi syarat-syarat lainnya. Apakah syarat-syarat itu?
Sebelum kita berdeklamasi, kita harus memilih dulu pantun, syair, sajak
apa, yang rasanya baik untuk dideklamasikan. Terserah kepada keinginan
masing-masing.
Yang penting pilihlah sajak atau puisi, pantun atau syair yang
memiliki isi yang baik dan bentuk yang indah dideklamasikan. Mengenai
hal isi tentunya dapat minta nasihat, petunjuk dan bimbingan daripada
mereka yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan atau ahli dalam
bidang deklamasi.
Kalau kita sudah memilih sebuah puisi misalnya, tentu saja boleh
lebih dari sebuah. Hal ini sering terjadi dalam sayembara yang dikira
harus terdiri puisi wajib dan puisi pilihan. Nah, sesudah itu, lalu apa
lagi yang harus kita perbuat? Maka tidak boleh tidak harus mentafsirnya
terlebih dahulu.
5. MENAFSIR PUISI
Apakah puisi yang kita pilih itu berunsur kepahlawanan, keberanian,
kesedihan, kemarahan, kesenangan, pujian dan lain-lain? Kalau puisi yang
kita pilih itu mengandung kepahlawanan, keberanian dan kegagahan, maka
kitapun harus mendeklamasikan puisi tersebut dengan perasaan dan laku
perbuatan, yang menunjukkan seorang pahlawan, seorang yang gagah berani.
Kita harus dapat melukiskan kepada orang lain, bagaimana kehebatan dan
kegagahan kapal udara itu. Bagaimana harus mngucapkan kata-kata yang
seram dan menakutkan.
Sebaliknya kalau saja puisi yang kita pilih itu mengadung kesedihan,
sewaktu kita berdeklamasi haruslah betul-betul dalam suasana yang sedih
dan memilukan, bahkan harus bisa membuat orang menangis bagi orang yang
mendengar dan melihat kita sedih, ketika dideklamasikan menjadi sebuah
puisi yang gembira, bersukaria atau sebaliknya. Tentu saja hal-hal
seperti itu harus dijaga benar-benar. Kerana itu, harus berhati-hati,
teliti, tenang dan sungguh-sungguh dalam menafsir sebuah puisi.
Bacalah seluruh puisi itu berulang-ulang sampai kita mengerti betul
apa-apa yang dikandung dan dimaksud oleh puisi tersebut. Juga kata-kata
yang sukar dan tanda-tanda baca yang kurang jelas harus difahami
benar-benar, Jika sudah dimengerti dan diselami isi puisi itu, barulah
kita meningkat ke soal yang lebih lanjut.
6. MEMPELAJARI ISI UNTUK MENDEKLAMASI PUISI
Cara mengucapkan puisi itu tak boleh seenaknya saja, tapi harus
tunduk kepada aturan-aturannya: di mana harus ditekankan atau
dipercepatkan, di mana harus dikeraskan, harus berhenti, dimana harus
dilambatkan atau dilunakkan, di mana harus diucapkan biasa dan
sebagainya. Jadi, bila kita mendeklamasikan puisi itu harus supaya
menarik, maka harus dipakai tanda-tanda tersendiri:
------- Diucapkan biasa saja
/ Berhenti sebentar untuk bernafas/biasanya pada koma atau di tengah baris
// Berhenti agak lama/biasanya koma di akhir baris yang masih berhubungan
ertinya dengan baris berikutnya
/// Berhenti lama sekali biasanya pada titik baris terakhir atau pada penghabis
san puisi
^ Suara perlahan sekali seperti berbisik
^^ Suara perlahan sahaja
^^^ Suara keras sekali seperti berteriak
V Tekanan kata pendek sekali
VV Tekanan kata agak pendek
VVV Tekan kata agak panjang
VVVV Tekan kata agak panjang sekali
____/ Tekanan suara meninggi
____ Tekanan suara agak merendah
Cara meletakkan tanda-tanda tersebut pada setiap kata masing-masing
orang berbeda tergantung kepada kemahuannya sendiri-sendiri. Dari
sinilah kita dapat menilai: siapa orang yang mahir dan pandai
berdeklamasi.
Demikianlah, setelah tanda-tanda itu kita letakkan dengan baik dan
dalam meletakkannya jangan asal meletakkan saja, tapi harus memakai
perasaan dan pertimbangan, seperti halnya kalau kita membaca berita: ada
koma, ada titik, tanda-tandanya, titik koma dan lain-lain.
Kalau tanda-tanda itu sudah diletakkan dengan baik, barulah kita baca
puisi tersebut berulang-ulang sesuai dengan irama dan aturan tanda itu.
Dengan sendirinya kalau kita sudah lancar benar, tekanan-tekanan,
irama-irama dan gayanya takkan terlupa lagi selama kita berdeklamasi.
7. PUISI HARUS DIHAFAL
Mendeklamasi itu ialah membawakan puisi yang dihafal. Memang ada juga
orang berdeklamasi puisi di atas kertas saja. Cara seperti itu kurang
enak kecuali jika untuk siaran pembacaan puisi di radio atau rakaman.
Tetapi deklamasi itu selalu saja didengar dan ditonton orang. Mana
mungkin para penonton akan senang, melihat kita berdeklamasi kalau muka
kita tertunduk melulu terus menerus kala mendeklamasikan puisi itu.
Tentu saja membosankan bukan?
Makanya sebaik mungkin deklamator harus menghafal puisi yang mahu
dideklamasi itu. Caranya ulangilah puisi itu berkali-kali tanpa
mempergunakan teks, sebab jika tidak demikian di saat kita telah naik
pentas, kata-kata dalam puisi itu tak teringat atau terputus-putus.
Betapa lucunya seorang deklamator, ketika dengan gaya yang sudah
cukup menarik di atas panggung, di muka penonton yang ramai, tiba-tiba
ia lupa pada kalimat-kalimat dalam puisi. Ia seperti terhenti, terpukau,
mau bersuara tak tentu apa yang harus diucapkan. Mau mengingat-ingat
secara khusuk terlalu lama. Menyaksikan keadaan demikian itu sudah tentu
para penonton akan kecewa. Bagi sideklamator sendiri akan mendapat
malu. Oleh kerana itu dihafalkanlah puisi itu sebaik-baiknya sampai
terasa lancar sekali. Setelah dirasakan yakin, bahawa sebuah puisi telah
sanggup dibaca di luar kepala, barulah berlatih mempergunakan mimik
atau "action"
Cara menghafal tentu saja dengan cara mengingatnya sebaris demi
sebaris dan kemudian serangkap demi serangkap disamping berusaha untuk
mengerti setiap kata/ayat yang dicatatkan kerana hal itu menjadi
jelasnya maksud dan tujuan isi puisi itu.
8. DEKLAMASI BUKAN UCAPAN SEMATA
Deklamasi bukan ucapan semata. Deklamasi harus disertai gerak-gerak
muka, kalau perlu dengan gerak seluruh anggota badan atau seluruh tubuh,
tetapi yang paling penting sekali ialah gerak-gerak muka. Dengan
ucapan-ucapan yang baik dan teratur, diserta dengan gerak geri muka
nescaya akan bertambah menarik, apa lagi kalau ditonton. Dari gerak geri
muka itu penonton dapat merasakan dan menyaksikan mengertikan puisi
yang dideklamasikan itu. Apakah puisi itu mengandung kesedihan,
kemarahan, kegembiraan dan lain-lain.
Hanya saja dalam melakukan gerak geri itu jangan sampai
berlebih-lebihan seperti wayang orang yang bergerak ke sana ke mari,
sehingga mengelikan sekali. Berdeklamasi secara wajar, tertib dan
mengesankan.
9. CARA MENGHAKIMI
Untuk mudahnya bagi seorang deklamator/deklamatris melengkapi dirinya
dalam mempersiapkan kesempurnaan berdeklamasi, maka seorang calon harus
mengetahui pula hal-hal yang menjadi penilaian hakim dalam suatu
sayembara deklamasi. Yang menjadi penilaian hakim terhadap pembawa puisi
atau deklamator meliputi bidang-bidang seperti berikut:
A. PENAMPILAN/PERFORMANCE
Sewaktu pembawa puisi itu muncul di atas pentas, haruslah
diperhatikan lebih dahulu hal pakaian yang dikenakannya. Kerapian
memakai pakaian, keserasian warna dan sebagainya akan menambahkan angka
bagi si pembawa puisi. Tentu saja penilaian pakaian ini bukan terletak
pada segi mewah tidaknya pakaian itu, tetapi dalam hal kepantasan serta
keserasiannya. Kerana itu, perhatikanlah pakaian lebih dahulu sebelum
tampil di atas pentas. Hindarikan diri dari kecerobohan serta
ketidakrapian berdandan.
B. INTONASI/TEKANAN KATA DEMI KATA
Baris demi baris dalam puisi, sudah tentu tidak sama cara memberikan
tekanannya. Ini bergantung kepada kesanggupan dipembawa puisi
menafsirkan tiap-tiap kata dalam hubungannya dengan kata lainnya.
Sehingga ia menimbulkan suatu pengungkapan isi kalimat yang tepat.
Kesanggupan sipembawa puisi memberikan tekanan-tekanan yang sesuai pada
tiap kata yang menciptakan lagi kalimat pada baris-baris puisi, akan
memudahkan mencapai angka tertinggi dalam segi intonasi.
C. EKSPRESI/KESAN WAJAH
Kemampuan sipembawa puisi dalam menemukan erti dan tafsiran yang
tepat dari kata demi kata pada tiap baris kemudian pada kelompok bait
demi bait puisi akan terlihat pada kesan air muka atau wajahnya sendiri.
Ada kalanya seorang pembawa puisi tidak menghayati isi dan jiwa tiap
baris puisi dalam sebuah bait, sehingga antara kalimat yang diucapkan
dan airmuka yang diperlihatkan tampak saling bertentangan.
Jadi, penghayatan itu sangat penting dan ia harus dipancarkan pada
sinar wajah si pembawa puisi. Misalnya sebuah bait dalam puisi yang
bernada sedih haruslah digambarkan oleh sipembawa puisi itu melalui
airmukanya yang sedih dan bermuram durja.
D. APRESIASI/PENGERTIAN PUISI
Seorang pembawa puisi akan dinilai mempunyai pengertian terhadap
sesuatu puisi, manakala ia sanggup mengucapkan kata demi kata pada tiap
baris puisi disertai kesan yang terlihat pada airmukanya. Jika tidak
berhasil, dikatakannya sipembawa puisi itu belum mempunyai apresiasi
atau apresiasinya terhadap puisi itu agak kurang. Dalam istilah umumnya
apresiasi diterjemah lebih jauh lagi sebagai penghayatan.
Seorang pendeklamator yang baik/ia harus menghayati makna dan isi
puisi yang mahu dideklamasikan dan tanpa menghayatinya, maka sudah tentu
persembahannya bakal hambar, lesu dan tak bertenaga.
E. MIMIK/ACTION
Mimik atau action dalam sebuah deklamasi puisi sangat besar
pengaruhnya terhadap pembentukan suasana pembacaan puisi. Seorang
pembawa puisi yang berhasil ia akan mengemukan sesuatu action atau mimik
itu sesuai dengan perkembangan kata demi kata dalam tiap baris dan
tidak bertentangan dengan jiwa dan isi kata-kata kalimat dalam puisi.
Terjadinya kontradiksi antara apresiasi dan action menimbulkan kesan
yang mungkin bisa menjadi bahan tertawaan penonton, Hal ini harus
dipelajari sebaik-baiknya oleh sipembawa puisi. Tanpa hal itu, ia tak
mungkin bisa mndapatkan angka terbaik dalam pembawaan puisi.
Sebagi contoh: ketika dipembawa sajak menyebut "dilangit tinggi ada
bulan" tetapi mimik kedua belah tangan menjurus ke bumi, Hal ini akan
menimbulkan bahan tertawaan bagi penonton, mana mungkin ada bulan di
bumi, tentu hal itu tidak mungkin sama sekali. Betapapun bulan selalu
ada di langit. Inilah yang dimaksud betapa pentingnya pembawa sajak
menguasai apresiasi puisi, sehingga dapat menciptakan mimik yang sesuai
dengan keadaan isi dan jiwa puisi itu.
F. TATA TERTIB
Untuk menambahkan lebih sempurna lagi bagi pengetahuan seorang
deklamator atau deklamatris, maka dibawa ini kita kemukakan beberapa
tatatertib berdekmalasi:
F.1 Berdirilah baik-baik di atas pentas yang telah tersedia
F.2 Pakaian harus menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan
F.3 Menghadap kepada penonton, memandang ke sekeliling dengan airmuka
yang berseri-seri, lalu memberi salam kepada hadirin dengan hormat,
Dengan jalan menganggukkan kepala.
F.4 Bacalah jodol puisi dan sebut nama penulisnya dengan suara yang jelas/tepat dengan nada suara yang wajar
F.5 Berhenti beberapa detik, menyiapkan nafas, lalu mulailah pembacaan deklamasi itu sebaris demi sebaris, bait demi bait.
F.6 Selama pembacaan puisi, perhatian harus tercurah kepada puisi itu
sendiri dan jangan tergoda oleh hiruk pikuk suara atau bunyi lain
terutama sekali penonton.
F.7 Ketika pembacaan puisi itu selesai, berhentilah beberapa saat,
melepaskan nafas, lalu menghormati penonton dan kepada para hakim.
F.8 Biasakanlah dengan sikap yang tenang dan wajar ketika meninggalkan pentas dan tidak usah tergesa-gesa.
10. HARAPAN DAN ANJURAN
Sesuai dengan pembangunan yang berencana di bidang pendidikan dan
pengajaran, maka pelajaran deklamasi itu mendapat tempat dan sambutan
yang baik di kalangan murid-murid sekolah dan orang awam, guru-guru dan
masyarakat Malaysia. Sebab pelajaran deklamasi amat penting sekali dan
tentu saja diharapkan sangat deklamasi terus mendapat perhatian yang
besar.
Murid sekolah sangat-sangat memerlukan bimbingan dan petunjuk dari
guru yang berkebolehan, apa lagi dengan adanya acara hari kemerdekaan,
hari guru, hari ibu dan sebagainya dan dengan bantuan dari mereka yang
berkebolehan, maka sudah tentu bidang deklamasi ini akan lebih hebat
lagi dan sekaligus akan dapat membentuk manusia Malaysia yang baik,
berjiwa besar dan punya semangat yang kuat untuk mempertahankan maruah
bangsa sejagat.