Tajuk rencana adalah artikel pokok dalam surat kabar yang merupakan pandangan redaksi terhadap peristiwa yang sedang menjadi pembicaraan pada saat surat kabar itu diterbitkan. Dalam tajuk rencana biasanya diungkapkan adanya informasi atau masalah aktual, penegasan pentingnya masalah, opini redaksi tentang masalah tersebut, kritik dan saran atas permasalahan, dan harapan redaksi akan peran serta pembaca.
Pernyataan fakta dan opini ini biasanya diutarakan secara singkat, logis, menarik ditinjau dari segi penulisan dengan tujuan untuk mempengaruhi pendapat/ menerjemahkan berita yang menonjol agar pembaca menjadi menyimak seberapa penting berita tersebut.
Fungsi tajuk rencana biasanya menjelaskan berita, artinya, dan akibatnya pada masyarakat. Tajuk rencana juga mengisi latar belakang dari kaitan berita tersebut dengan kenyataan sosial dan faktor yang mempengaruhi dengan lebih menyeluruh. Dalam tajuk rencana terkadang juga ada ramalan atau analisis kondisi yang berfungsi untuk mempersiapkan masyarakat akan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, serta meneruskan penilaian moral mengenai berita tersebut.
Ciri-Ciri Tajuk Rencana:
- Berisi opini redaksi tentang peristiwa yang sedang hangat dibicarakan
- Berisi ulasan tentang suatu masalah yang dimuat
- Biasanya berskala nasional, berita internasional dapat menjadi tajuk rencana, apabila berita tersebut memberi dampak kepada nasional
- Tertuang pikiran subyektif redaksi
Aspek-aspek
yang menjadi fokus dalam tajuk utama:
- Judul
- Latar Belakang Masalah
- Tokoh
- Masalah
- Peristiwa yang Disampaikan
- Opini Penulis
- Saran dan Solusi Permasalahan
- Kesimpulan
- Sumber Berita
- Anggota Redaksi
Contoh Tajuk Rencana
Tak
Perlu Emosional
Banyak joke (guyonan) beredar di jejaring sosial, SMS, maupun BlackBerry
Messenger (BBM) menjelang rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM). “Beli
rokok Rp12 ribu sebungkus mampu, beli ineks Rp200 ribu mampu, beli sabu Rp500
ribu mau walau risikonya ditangkap petugas, beli miras impor Rp1 juta mau,
giliran beli bensin Rp6 ribu kok demo?” itulah beberapa joke yang beredar. Guyonan
lainnya beredar yang isinya mengolok-olok pemerintah terutama pemegang
kebijakan yang tidak bisa lagi mencari solusi untuk penyelamatan APBN, sehingga
terpaksa menaikkan BBM.Satu April 2012 adalah waktu yang tidak ditunggu-tunggu tetapi harus datang dengan segudang persoalan. Pemerintah dan Badan Anggaran DPR akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.500 per liter. Dengan demikian total subsidi energi menjadi Rp225 triliun terdiri dari subsidi BBM Rp137 triliun, subsidi listrik Rp65 triliun, dan cadangan risiko energi Rp23 triliun.
Dengan kesepakatan itu juga berarti subsidi BBM mengalami kenaikan dari Rp123 triliun menjadi Rp137,4 triliun. Sedangkan subsidi listrik melonjak menjadi Rp65 triliun dari sebelumnya Rp40,7 triliun. Inilah hitung-hitungan yang dilakukan pemerintah. Rakyat tinggal “menikmati” dengan segala risiko.
Antrean BBM di SPBU sudah mulai terjadi, harga-harga merangkak naik, ibu-ibu rumah tangga mengeluh, industri kecil terancam gulung tikar, muncul penimbun atau ulah spekulan, aparat banyak menangkap penyimpangan BBM. Di Kalbar sudah ada 43 kasus penimbunan dengan 48 tersangka.
Selain itu, demonstrasi menolak kenaikan BBM sudah sering, adu argumen para pengamat ekonomi makin gencar dan lain-lain. Itulah hiruk-pikuk masyarakat dalam menanggapi rencana kenaikan BBM.
BBM naik tetapi belum kiamat, masih untung… Warga negara Indonesia memang selalu bilang “untung” meskipun risiko besar mengadang. Padahal untuk memiliki rumah saja dipastikan sulit dengan kenaikan itu nantinya. Bayangkan saja, pihak pengembang (developer) sudah bersiap-siap menaikkan harga jual rumah yang diperkirakan mencapai 11 persen dengan asumsi kenaikan komponen biaya operasional dan bahan bangunan.
Tetapi tetap saja masih untung walau tak punya rumah karena masih bisa tinggal menumpang atau tidur di kolong jembatan. Ya memang, beberapa kali BBM naik tetapi tetap saja belum kiamat. Pun demikian mesti ada solusi yang tepat. Bukan sekadar menyalurkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada 18,5 juta rumah tangga sasaran, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Pembangunan Infrastruktur Daerah (BPID).
Hal terpenting tentu saja perlu kiat lain pemerintah. Misalnya memperkuat sektor industri yang menyerap banyak tenaga kerja, termasuk industri rumah tangga. Memperkuat lembaga yang menjadi soko guru perekonomian. Tak kalah pentingnya adalah menyiapkan peralihan ke teknologi yang menggunakan energi alternatif. BBM boleh naik, tetapi tidak perlu emosional. Kita lawan saja dengan guyonan agar beban tak semakin bertambah. ***
(Sumber : Harian Equator, Edisi Kamis, 29 Maret 2012)